Pertanyaan :

Bagaimana cara agar ikhlas (semata-mata karena Allah) dalam beribadah? Terkadang pikiran suka berkata ingin dilihat, didengar, takut dicela karena sunnah Nabi. Ketika hal tersebut terbayang-bayang/lewat dalam pikiran, hati saya langsung mengingkarinya.

Jawaban :

Para ulama menjelaskan beberapa upaya untuk mewujudkan ikhlas dan menghilangkan riya' ketika ibadah. Di antaranya adalah sebagai berikut¹ :

1.   Berdoa agar Allah menjaga dan memperbaiki kalbu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. Al-Anfal: 24)  

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

،إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ

مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ

يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ

“Sesungguhnya kalbu (hati) anak Adam berada di antara dua jari ar-Rahman seperti satu kalbu. Dia mengubahnya sesuai dengan kehendak-Nya.”

Kemudian beliau berdoa,

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah, yang mengubah kalbu-kalbu (manusia), jadikan kalbu kami ada dalam ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 2654 dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu 'anhuma)

Di antara doa yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ialah

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan kalbu manusia, teguhkanlah kalbuku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad no. 12107 dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu 'anhu)

 2.   Merasa malu kepada Allah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. al-Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 38 dari sahabat Imran bin Hushain radhiallahu 'anhu)

Rasa malu kepada Allah inilah yang bisa mewujudkan tingkatan ihsan (kebaikan) dalam ibadah yang disebutkan dalam hadits

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa (seakan-akan) melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR. Muslim dari sahabat Umar radhiallahu 'anhu)

 3.   Mengingat Allah dan takut terhadap siksaan-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰٓئِفٌ مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)

Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan bahwa مُبْصِرُوْنَ artinya mereka menjadi istiqamah dan pulih dari apa yang menimpa mereka. (Tafsir Ibnu Katsir)

 4.   Berjuang melawan hawa nafsu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad (berjuang) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69)

Imam asy-Syaukani berkata tentang tafsir ayat di atas, “Berjuang dalam urusan Allah untuk mencari ridha-Nya dan mengharapkan kebaikan yang ada di sisi-Nya.” (Fathul Qadir)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Pejuang adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad no. 23965 dan Ibnu Majah no. 3934 dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu 'anhu) 

 5.   Muhasabah atau introspeksi diri

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Al-Hasan al-Bashri rahimahulllah berkata,

“Yang paling ringan hisabnya kelak hanyalah orang-orang yang telah memuhasabah diri mereka ketika di dunia.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd no. 307)

 6.   Mengerjakan ibadah secara diam-diam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعًا وَخُفۡيَةًۚ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’raf: 55)

Hal ini berlaku untuk ibadah-ibadah yang memang dianjurkan agar dilakukan secara diam-diam.

 7.   Ta’awudz (memohon perlindungan) kepada Allah

       dari gangguan setan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٌ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat: 36)   

8.   Mengenal bentuk-bentuk riya

9.   Tidak merasa aman dari terjatuh pada perbuatan

       riya

10.  Mengetahui dampak buruk riya di dunia

11.  Mengetahui dampak buruk riya di akhirat

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ

“Barang siapa suka didengar, Allah akan memperdengarkannya pada hari kiamat. Barang siapa suka dilihat, Allah akan memperlihatkannya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari sahabat Jundub radhiallahu a'nhu)

Semoga Allah menjadikan amalan ibadah kita ikhlas karena-Nya dan melindungi diri kita dari segala bentuk riya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar

Catatan kaki:
1.  Diringkas dari kitab Dzammu ar-Riya’ wa Ahlihi, karya             Syaikh Yasin bin Ali al-‘Adani hlm. 104-124)

Cara Agar Ikhlas dalam Beribadah

 
Pertanyaan :

Bagaimana cara agar ikhlas (semata-mata karena Allah) dalam beribadah? Terkadang pikiran suka berkata ingin dilihat, didengar, takut dicela karena sunnah Nabi. Ketika hal tersebut terbayang-bayang/lewat dalam pikiran, hati saya langsung mengingkarinya.

Jawaban :

Para ulama menjelaskan beberapa upaya untuk mewujudkan ikhlas dan menghilangkan riya' ketika ibadah. Di antaranya adalah sebagai berikut¹ :

1.   Berdoa agar Allah menjaga dan memperbaiki kalbu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. Al-Anfal: 24)  

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

،إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ

مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ

يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ

“Sesungguhnya kalbu (hati) anak Adam berada di antara dua jari ar-Rahman seperti satu kalbu. Dia mengubahnya sesuai dengan kehendak-Nya.”

Kemudian beliau berdoa,

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah, yang mengubah kalbu-kalbu (manusia), jadikan kalbu kami ada dalam ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 2654 dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu 'anhuma)

Di antara doa yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ialah

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan kalbu manusia, teguhkanlah kalbuku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad no. 12107 dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu 'anhu)

 2.   Merasa malu kepada Allah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. al-Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 38 dari sahabat Imran bin Hushain radhiallahu 'anhu)

Rasa malu kepada Allah inilah yang bisa mewujudkan tingkatan ihsan (kebaikan) dalam ibadah yang disebutkan dalam hadits

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa (seakan-akan) melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR. Muslim dari sahabat Umar radhiallahu 'anhu)

 3.   Mengingat Allah dan takut terhadap siksaan-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰٓئِفٌ مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)

Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan bahwa مُبْصِرُوْنَ artinya mereka menjadi istiqamah dan pulih dari apa yang menimpa mereka. (Tafsir Ibnu Katsir)

 4.   Berjuang melawan hawa nafsu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad (berjuang) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69)

Imam asy-Syaukani berkata tentang tafsir ayat di atas, “Berjuang dalam urusan Allah untuk mencari ridha-Nya dan mengharapkan kebaikan yang ada di sisi-Nya.” (Fathul Qadir)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Pejuang adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad no. 23965 dan Ibnu Majah no. 3934 dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu 'anhu) 

 5.   Muhasabah atau introspeksi diri

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Al-Hasan al-Bashri rahimahulllah berkata,

“Yang paling ringan hisabnya kelak hanyalah orang-orang yang telah memuhasabah diri mereka ketika di dunia.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam kitab az-Zuhd no. 307)

 6.   Mengerjakan ibadah secara diam-diam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعًا وَخُفۡيَةًۚ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’raf: 55)

Hal ini berlaku untuk ibadah-ibadah yang memang dianjurkan agar dilakukan secara diam-diam.

 7.   Ta’awudz (memohon perlindungan) kepada Allah

       dari gangguan setan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ نَزۡغٌ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat: 36)   

8.   Mengenal bentuk-bentuk riya

9.   Tidak merasa aman dari terjatuh pada perbuatan

       riya

10.  Mengetahui dampak buruk riya di dunia

11.  Mengetahui dampak buruk riya di akhirat

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ

“Barang siapa suka didengar, Allah akan memperdengarkannya pada hari kiamat. Barang siapa suka dilihat, Allah akan memperlihatkannya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari sahabat Jundub radhiallahu a'nhu)

Semoga Allah menjadikan amalan ibadah kita ikhlas karena-Nya dan melindungi diri kita dari segala bentuk riya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar

Catatan kaki:
1.  Diringkas dari kitab Dzammu ar-Riya’ wa Ahlihi, karya             Syaikh Yasin bin Ali al-‘Adani hlm. 104-124)

Tidak ada komentar