Berkata Asy-Syaikh Shaleh Fauzan al-Fauzan hafizhahullah,

Sesungguhnya rasa cinta terbagi menjadi empat jenis : 


1. Kecintaan yang mengandung kesyirikan

Kecintaan yang mengandung kesyirikan adalah kecintaan kepada patung, berhala, dan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman,


وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ


Sebagian manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai sesembahannya mereka mencintai (sesembahan tersebut) seperti kecintaan mereka kepada Allah, adapun orang yang beriman kecintaan mereka kepada Allah adalah kecintaan yang kuat. (QS. Al-Baqarah 2 : 165)

Kecintaan mereka (orang-orang yang beriman) kepada Allah ﷻ adalah kecintaan yang didasari dengan tauhid dan keikhlasan. 


2. Kecintaan yang diharamkan

Kecintaan yang diharamkan adalah kecintaan kepada perkara-perkara yang dibenci oleh Allah ﷻ dari larang-larangan-Nya, perkara yang diharamkan-Nya, dan masuk pula padanya kecintaan kepada kaum musyrikin dan kafir. 


3. Kecintaan yang menjadi tabiat manusia

Kecintaan yang menjadi tabiat manusia adalah kecintaan seseorang kepada anaknya, kedua orang tuanya, istrinya, sahabatnya, dan jenis kecintaan ini tidak bisa dihilangkan dari seorang hamba. [1]


4. Kecintaan yang wajib

Kecintaan yang wajib yaitu mencintai wali-wali Allah ﷻ, saling mencintai karena Allah. [2]



Catatan kaki:

[1] Kecintaan yang merupakan tabiat manusia tetap harus dibawah kecintaan mereka kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya. Jika kecintaan ini di kedepankan diatas kecintaan kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya maka ia akan berdosa. 

[2] Dengan kecintaan yang dibangun karena Allah-lah kecintaan itu akan ada sampai dikehidupan akhirat.


Sumber: 

Kitab Syarah Ba'du Fawaid Surat al-Fatihah lisy Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah, dengan ada sedikit tambahan.


Ditulis oleh Ustadz Abu Zubair Rizki


JENIS-JENIS KECINTAAN

 


Berkata Asy-Syaikh Shaleh Fauzan al-Fauzan hafizhahullah,

Sesungguhnya rasa cinta terbagi menjadi empat jenis : 


1. Kecintaan yang mengandung kesyirikan

Kecintaan yang mengandung kesyirikan adalah kecintaan kepada patung, berhala, dan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman,


وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ


Sebagian manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai sesembahannya mereka mencintai (sesembahan tersebut) seperti kecintaan mereka kepada Allah, adapun orang yang beriman kecintaan mereka kepada Allah adalah kecintaan yang kuat. (QS. Al-Baqarah 2 : 165)

Kecintaan mereka (orang-orang yang beriman) kepada Allah ﷻ adalah kecintaan yang didasari dengan tauhid dan keikhlasan. 


2. Kecintaan yang diharamkan

Kecintaan yang diharamkan adalah kecintaan kepada perkara-perkara yang dibenci oleh Allah ﷻ dari larang-larangan-Nya, perkara yang diharamkan-Nya, dan masuk pula padanya kecintaan kepada kaum musyrikin dan kafir. 


3. Kecintaan yang menjadi tabiat manusia

Kecintaan yang menjadi tabiat manusia adalah kecintaan seseorang kepada anaknya, kedua orang tuanya, istrinya, sahabatnya, dan jenis kecintaan ini tidak bisa dihilangkan dari seorang hamba. [1]


4. Kecintaan yang wajib

Kecintaan yang wajib yaitu mencintai wali-wali Allah ﷻ, saling mencintai karena Allah. [2]



Catatan kaki:

[1] Kecintaan yang merupakan tabiat manusia tetap harus dibawah kecintaan mereka kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya. Jika kecintaan ini di kedepankan diatas kecintaan kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya maka ia akan berdosa. 

[2] Dengan kecintaan yang dibangun karena Allah-lah kecintaan itu akan ada sampai dikehidupan akhirat.


Sumber: 

Kitab Syarah Ba'du Fawaid Surat al-Fatihah lisy Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah, dengan ada sedikit tambahan.


Ditulis oleh Ustadz Abu Zubair Rizki


Tidak ada komentar